Sarasenia

Catatan Kecil Tentang Duniaku

Selasa, 28 Februari 2012

Soal Jodoh dan Dijodohkan

Ini gara- gara tadi kedatangan keluarga yang "memanggil" untuk acara lamaran anaknya sabtu ini. Tiba- tiba teringat statement yang selalu saya tegaskan ke orang tua saya.

"Saya tidak mau dijodohkan, jaman sekarang tidak ada lagi hal- hal siti nurbaya, saya mau mencari pasangan hidup sendiri."

Dulu, saya bisa dengan sangat percaya diri bilang itu ke orang tua saya. Karena saya dulu begitu yakin ada "dia" yang memang selalu menginginkan saya nantinya jadi pasangan hidupnya, begitu juga sebaliknya. Ada "dia", yang belum tentu direstui oleh orang tua saya tapi sudah menjadi pilihan saya sejak awal untuk sama- sama menua, tentu saja dalam pernikahan yang berbuahkan anak dan cucu yang saling mengasihi. Terlalu jauhkan saya bermimpi? hahahha, bukan tanpa dasar. Sejak awal saya memiliki keyakinan yang sangat besar bahwa hubungan yang ada antara saya dan "dia" akan sampai pada level seperti yang ada di bayangan saya.

Dulu, saya bisa melihat bahwa saya bisa bertahan. Ada "dia" yang awalnya terlihat sangat menyayangi saya, melebihi perasaan saya ke "dia". Itu gambaran awal "kami". Saya bisa dan mau menjalani hubungan yang walaupun tidak jelas demi menunggu waktu hingga saya dan "dia" betul- betul bisa menjadi kami. Saya yakin saya mampu, karena "dia" dan perasaannya ke saya nyata, "dia" tidak akan menyakiti, menduakan (atau lebih), bahkan meninggalkan saya. Bagaimanapun sakit dan besarnya masalah, dia tidak akan membiarkan saya pergi dan "dia" akan selalu kembali ke saya. Kenapa? Karena dia sangat sayang dan membutuhkan saya.

Tapi sekarang, setelah yang terjadi dan setelah saya mengetahui semuanya, saya sama sekali tidak lagi punya kekuatan dan kepercayaan diri untuk mengulang statement yang dulu saya katakan ke orang tua saya. Setelah akhirnya saya tau, saya untuk "dia" hanyalah hal yang tidak perlu ditambahkan kata SEKALI di belakang kata penting. Bahwa saya hanyalah "kesalahan" dan tidak patut untuk diperjuangkan. Bahwa bertemu dan bersama dengan orang lain selalu menjadi pilihannya jika sudah disandingkan dengan hal yang menyangkut saya. Bahwa dia lebih memilih dekat dengan orang lain.

Kemana semua rasa yang pada awal itu pergi? Kemana keyakinan itu berlari? Kemana "dia" yang dulu?

Terlihat menyedihkan? Mungkin. Tapi bukan itu yang ingin saya perlihatkan. Tidak penting untuk membagi rasa sakit berbulan- bulan itu dengan orang lain. Orang yang paling saya ingin berbagi rasa ini saja tidak peduli.

Poinnya disini adalah, saya sempat yakin bahwa "dia" adalah jodoh untuk saya dari Tuhan. Tetapi pada akhirnya, kuasa- NYA yang berbicara. Sekarang saya sendiri dan masih berusaha untuk memetik pelajaran dari perpisahan yang sudah terjadi. Dalam rentang waktu 3 tahun lebih bukan hal yang mudah untuk dilupakan. Setidaknya untuk saya. "dia"? Oh, "dia" baik- baik saja, sangat baik- baik saja dengan hidupnya yang sempurna bersama dengan orang lain. Saya masih berusaha untuk move on dan menetralkan perasaan yang sepihak ini.

Sekarang, karena sudah tidak memiliki keyakinan dan kekuatan lagi untuk mencari pasangan hidup sendiri, saya mulai berpikiran tidak apa- apa jaman sekarang masih melakukan hal semacam "siti nurbaya". Biar orang tua yang menentukan dengan siapa saya baiknya menua bersama. Orang tua selalu mau dan tahu yang terbaik untuk anaknya kan? Sekarang saya pasrah saja.

Tapi melihat situasi saya sekarang (tidak tau masa depannya bagaiman), kemungkinan besar masalah pernikahan atau apalah namanya hubungan dengan lawan jenis, tidak lagi masuk dalam daftar prioritas. Walau seberapa besarpun keinginan saya untuk mempunyai "seseorang" yang bisa diandalkan dan mampu membuat hati terasa hangat (unyu- unyu kalau anak sekarang bilang). Masalah "keunyu-unyuan" itu setidaknya bisa terselesaikan dan terpenuhi cukup dengan melihat drama korea yang kebanyakan temanya cinta dan happy ending. Cukup andalkan diri sendiri dan tidak berpikir dan berperasaan lebih ke orang lain itu juga sudah cukup untuk menempuh jalur aman dari kekecewaan.

Cari pasangan hidup sendiri ataupun ikut lakon siti nurbaya. Menikah atau bahkan tidak menikah sama sekali. Saya pasrah sajalah. Biar Allah yang menentukan yang terbaik untuk saya melalui orang tua saya sebagai perpanjangan kasih sayang- NYA.
Wallahu a'lam.

Note Jaman Kapan 5

Aku rindu.
Meski tak terlalu, tak beriring kata sangat.
Wangimu menguar di sekeliling udara yang ku hirup.
Sela- sela jemariku yang kosong rindu untuk saling bertaut dengan jemari tanganmu.
Jiwaku merindu saat- saat manis ketika pertama kau ucapkan kata sayang itu.
Hatiku merindu menghangat.
Jantungku pun telah lama tak berdebur layaknya ombak berbentur karang.

Kau jauh, amat jauh.
Tak terengkuh jangkauan raga ataupun jiwa.

Sayang, aku rindu.

Tapi bukan rindu seperti dulu.
Meski sindromnya sangat mirip, ku tau pasti, ini bagian dari proses menetralkan rasaku padamu.
Rasa yang bertepuk sebelah tangan itu.

Jadi tolong bertahan saja sebentar disana.
Di tempat yang jauh di mata dan di hati itu.
Supaya lebih giat lagi asaku menghapus mimpi masa depan, yang dulu, ku rancang indah dengan kau dan aku sebagai tokoh utamanya.
Tolong untuk tetap melanjutkan acara menghilang dan mengacuhkan itu.
Agenda tidak mengakui kesalahan dan menyesal akan itu.
Lebih mudah bagiku jika dalam keadaan luka untuk lupa.

Semoga kebahagiaan untuk tiap- tiap aku dan kamu, tidak lama lagi menjelang.
Aku ingin bahagia dicinta, walau bukan kamu.

Sidrap, 7 Januari 2012

Note Jaman Kapan 4

Hai, apa kabar?
Mungkin sudah cukup lama aku tak terlihat, tapi mungkin juga tidak.
Untukmu yang tidak membutuhkanku, ketiadaanku merupakan ketenangan kan?
Iya , baiklah.
Karena itu aku memilih tuk mendoakanmu dalam diam, dalam hening, dan dalam jarak yang membentang.

Selamat bertambah umurmu, semoga kedewasaan menyertainya. Semoga apa yang kau cita- citakan untuk membahagiakan orang tua dan ambisimu bisa kau dapatkan. Setulus hati, ku doakan kau bisa menggapai semua mimpimu, dan merengkuh masa depan cemerlangmu (yang tentu saja tak ada tempat untukku di dalamnya). Kesehatan, kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerendahan hati semoga juga senantiasa mengiringi hari- harimu.

Jangan takut akan masa depan yang katamu tak kau tahu, cukup nikmati hari yang kau punya dan kerjakan sebaik mungkin. Tuhan Maha Tahu dan Maha Adil, Dia akan mengganjarmu dengan balasan yang setimpal.

Aamiin.

4 Januari 2012

Note Jaman Kapan 3

Hei suryaku, apa kabarmu?
Oh maaf, mungkin sekarang aku harusnya tidak mengikutkan "ku" di belakang namamu lagi.
Sudah 2 hari ini kau menghilang dan hanya muncul dengan sepatah kata "saya sayangki".
Tahukah kamu?
Hatiku yang sudah kau sakiti itu tidak akan sembuh dengan cara seperti itu.
Ketiadaanmu hanya semakin memperlihatkan apa yang saya asumsikan, tapi selalu kau sangkal, bahwa kau tidak membutuhkanku adalah benar.
Hatiku yang terlanjur kau leceti dengan kata- kata menyakitkan tidak akan serta merta kering lukanya dengan cara seperti itu.
Hal yang kau lakukan hanya memperparahnya, karena kau menunjukkan betapa tidak pedulinya kamu.
Dan, dengan cara seperti itu hanya akan membuatku semakin yakin bahwa yang kamu bilang itu, kebohongan saja.
Ini, tidak menunjukkan aku penting untuk kamu.
Ini tidak menunjukkan kamu butuh.
Ini tidak menunjukkan kamu sayang aku dengan tulus.
Jadi jangan salahkan saya karena kita semakin jauh.
Saya tidak mungkin datang padamu setelah kau sakiti sedemikian rupa.
Jika kamu masih menginginkan kebersamaan, harusnya kamu yang datang ke aku.
Bukannya mengharap saya yang menyerah.
Kamu juga butuh aku kan?
Lantas kenapa harus aku yang selalu menyerah?

30 November 2011

Note Jaman Kapan 2

Biar ku ceritakan 1 kisah. Tentang aku dan kamu, yang pernah jadi kita.
Tapi menguraikannya hanya akan buatku meretas luka.
Ah, tidak, biar bagian akhirnya saja yang ku bagi.
Biar kamu tau, kalo kamu masih tau.

Tentang bagian ketika bulan yang mengintip masuk dari sela- sela atap kamarku yang rapuh.
Lalu jadi saksi, jadi kawan, dalam isak ku di antara lagu- lagu cengeng bertema cinta itu.

Atau pada bagian ku tak lagi sanggup menahan acuhmu, dan bantal- bantal sembab ku menjadi petisi, aku melenggang pergi darimu.
Meski tak sepenuhnya sanggup berjalan dengan dagu terangkat dan bahu tegak.
Aku berharap kau mencegah, menarik tanganku untuk masuk dalam dekapanmu.

Tapi sayangnya, kau hanya terpaku.
Tidak dengan tangan terulur. Tidak dengan teriakan memanggil namaku. Tidak dengan tangis.

Lantas ku bulatkan tekad, tidak akan menoleh ke belakang lagi.
Aku membiarkan sosokmu diterbangkan angin pasir berbisik dari ekor mataku.

Dan, wussh. Disinilah aku.
Lagi- lagi dalam kamar yang diintipi sinar bulan, bersama bantal sembab dan lagu- lagu cengeng tentang cinta.

Aku berhenti dari jabatan orang jatuh cinta.
Tapi aku tetap punya segalanya.

21 Oktober 2011

Note Jaman Kapan 1

Perih.
Amat sangat.
Luka.
Dalam dan mungkin tak terobati.
Kamu, memang hanya tidak sebutuh itu.
Jadi aku bisa bilang apa?
Bukankah sudah ku teriakkan aku lelah?
Dan aku memang.
Berkali- kali ku paksakan, hentikan !
Karena kamu, memang tidak sebutuh itu.
Jadi kenapa aku harus menghabiskan waktu untuk berlelah- lelah dalam tangis?
Jika memang kamu tidak sebutuh aku, lantas akau bisa apa.
Aku tak ingin terus mendongak, menoleh, bergerak kesana kemari mengikuti arah pandangmu.
Hanya supaya kamu bisa melihat dan sadar.
Peduli.
Tangisku.
Sakitku.
Rinduku.
Sepiku.
Tawaku.
Hanya saja, kamu memang tidak sebutuh itu.
Lalu, apa aku harus mengiba- iba lagi demi rasamu?
Berjalan terseok- seok di belakangmu yang tengah berlari, mengejar sebentuk abstrak yang jadi topengmu.
Tanpa pernah menoleh.
Karena kamu, hanya tidak sebutuh itu.
Iya.
Jadi aku ingin berbalik arah.
Atau juga mungkin diam di tempat.
Memandang bayang punggungmu beranjak menjauh.
Demi ambisi yang hanya itu terlihat.
Atau mungkin cuma sekedar kilahan.
Topeng perubahan.
Atau demi rasa lain yang datang menari- nari dalam hatimu.
Menghapusku.

20 Oktober 2011